Minggu, 30 Maret 2008

sejarah berdirinya kota Padang dan koran Padang

Sejarah berdirinya Kota Padang


Terdapat 2 buah versi mengenai sejarah berdirinya kota Padang, yaitu:
versi Tambo dan versi Hofman seorang opperkoopman di Padang pada tahun 1710 dan juga pengarang mengenai adat dan sejarah Minangkabau (terutama adat matrilineal). Opperkoopman sebutan pada wakil Belanda untuk suatu daerah yang belum ditaklukkan Belanda. Kota Padang belum ditaklukkan saat itu sedangkan untuk daerah jajahan Belanda seperti Ambon, Banda, Ternate dan Jawa penguasanya dinamakan Gubernur.

Kota Padang menurut Hofman, dinamakan Padang karena dulu merupakan lapangan besar dan luas yang dikelilingi oleh pegunungan tinggi.

Pada awalnya tempat bermukim para penangkap ikan, pedagang dan petani garam yang dikepalai oleh seorang makhudun. Orang kedua yang menjadi kepala adalah dari golongan agama dari Passai yang bergelar Sangguno Dirajo.

Suatu saat terjadi peperangan antara orang padang dengan orang pegunungan dari XIII-Koto karena terbunuhnya Serpajaya oleh anak buah makhudun yang bernama Campang Cina. Dalam serbuannya yang pertama orang-orang dari XIII-Koto dapat dikalahkan dengan korban sebanyak 30 orang.

Karena takut akan serangan besar berikutnya, orang Padang mengirim utusan untuk berdamai yang bernama Datuk Bandaro Pagagar bersama wakil rakyat kota Padang. Ganti rugi yang diminta orang XIII-Koto adalah emas. Orang Padang keberatan dengan ganti rugi ini karena terlalu mahal dan mereka kebanyakan adalah nelayan.

Oleh karena itu ditawarkan separuh kota Padang dan bersumpah setia untuk tunduk kepada XIII-Koto, sejak saat itu orang XIII-Koto memiliki hak yang sama dengan orang Padang dan mendapat 4 dari 8 kursi penghulu di kota Padang.

Menurut versi Tambo, jauh sebelum orang pegunungan mendiami kota Padang sekarang, daerah itu merupakan hutan lebat yang masih didiami oleh manusia liar (urang rupit dan urang tirau).

Orang pertama yang turun ke Padang adalah dari Kubuang Tigo Baleh (Solok) yang dipimpin oleh Maharajo Besar suku Caniago Mandaliko dan memilih tinggal di Binuang dan kemudian menyebar diantara Muaro sampai Ikua Anduriang (Pauh IX).

Kelompok kedua yang datang adalah orang dari Siamek Baleh (antara Singkarak dan Solok) dan disusul dengan orang dari Kurai Banuampu (Agam). Mereka menetap dibagian timur daerah Maharajo Besar.

Diantara pemimpin yang baru datang ini adalah Datuk Paduko Amat dari suku Caniago Simagek, Datuk Saripado Marajo dari suku Caniago Mandaliko, Datuk Sangguno Dirajo dari suku Koto beserta saudaranya Datuk Patih Karsani. Konon Datuk Patih Karsani ditempat yang baru banyak mendapat benda berharga seperti porselen, pisau, meriam kecil dan sebuah pedang (padang). Maka menurut yang mempunyai cerita dinamakanlah kota itu Kota Padang.


Dibalik Hari Jadi Kota Padang

Tanggal 7 Agustus 1669 secara resmi dianggap sebagai hari jadi kota Padang yang merupakan ibukota provinsi Sumatera Barat. Tahun 1669 dipakai sebagai hari jadi kota Padang karena pada tahun itu terjadi penyerangan besar-besar dari rakyat kota Pauh pada Belanda. Serangan kedua yang dilancarkan pada tahun 1670.

Tanggal 7 Agustus 1669, saat serangan pertama dijadikan sebagai hari jadi kota Padang karena tiga hal yaitu: Loji VOC dianggap simbol kekuasaan asing di Minangkabau, serangan itu semata-mata tidak hanya dilakukan oleh rakyat kota Pauh tetapi juga dibantu oleh sekelompok rakyat dalam kota Padang dan serangan tahun 1669 itu dilakukan setelah VOC resmi mengakui kedaulatan atas kota-kota yang diduduki Belanda sepanjang pantai Minangkabau dipegang oleh Yang Dipertuan di Pagaruyung sedangkan wakil VOC di kota Padang bertindak hanya sebagai pemerintah saja.

Selama serangan tanggal 7 Agustus malam tersebut, Belanda mengalami kerugian sebesar 20.000 gulden dan disebut seorang bernama Berbangso Rajo dari Minangkabau sebagai otak dari serangan tersebut.

Pada tahun 1906, Padang resmi ditetapkan oleh Belanda sebagai pemerintahan (gemeente) yang diketuai Residen. Setelah Proklamasi 1945, daerah ini sah berstatus kotapraja, kemudian meningkat menjadi Daerah Tingkat II (1965) dan oleh Pemerintah Indonesia Padang dijadikan ibukota provinsi Sumatera Barat berdasarkan UU. No. 5 tahun 1974.


Bangsa Asing di Kota Padang

Bangsa Belanda
Belanda telah datang ke pesisir pantai Sumatera Barat sejak abad 15 untuk mencari sumber emas dan lada karena Belanda enggan membeli dari Kerajaan Aceh maupun Kerajaan Johor yang menguasai perdagangan di selat Malaka.

Belanda umumnya singgah di Indrapura, Tiku, Pariaman dan Pasaman namun banyak kali gagal untuk membeli lada ataupun emas karena orang-orang Minang lebih senang menjualnya ke Kerajaan Aceh atau kepada pedagang Inggris.

Pada tahun 1660, Belanda pernah berkeinginan untuk memindahkan kantor perwakilan mereka dari Aceh ke Kota Padang dengan alasan lokasi dan udara yang lebih baik namun keinginan ini ditolak oleh penguasa kota Padang hingga akhirnya mereka berkantor di Salido.

Perjanjian Painan pada tahun 1663 yang diprakarsai oleh Groenewegen yang membuka pintu bagi Belanda untuk mendirikan loji di kota Padang, selain kantor perwakilan mereka di Tiku dan Pariaman. Dengan alasan keamaman kantor perwakilan di kota Padang dipindahkan ke pulau Cingkuk hingga pada tahun 1667 dipindahkan lagi ke kota Padang. Bangunan itu terbakar pada tahun 1669 dan dibangun kembali setahun kemudian.

Sejak perjanjian Painan, perdagangan lada di Kota Padang berangsur-angsur dikuasai Belanda apalagi sejak tahun 1666 dimana kekuasaan kerajaan Aceh di kota Padang yang sudah berlangsung sejak abad ke 16 secara resmi berakhir di Sumatera Barat karena diserbu Belanda selama 3 bulan maka Belanda praktis memonopoli semua perdagangan lada dan emas yang melalui kota Padang.

Pada bulan Agustus 1666, Pasukan Belanda yang dipimpin oleh Verspreet yang terdiri dari 300 pasukan Belanda, 130 orang Bugis pimpinan Aru Palaka dan 100 orang Ambon dibawah Kapten Yonker berangkat dari Batavia ke kota Padang untuk memulai peperangan dengan Kerajaan Aceh. Perang yang dimulai tanggal 14 September 1666 dan berakhir tanggal 3 November 1666 berhasil mengusir orang-orang Aceh dengan bantuan sekitar 800 - 1000 orang kota Padang dibawah Orang Kayo Kecil atau Kaciak dari suku Massiang.

Bangsa Inggris
Tahun 1683, kapal Inggris (bukan dari East India Company) singgah ke kota Padang untuk membeli lada tetapi gagal. Pada bulan Februari 1686, kapal Inggris Royal James dengan 100 tentara datang ke Kota Padang . Namun sayang hampir semuanya meninggal karena penyakit.

Pada tahun 1793, Inggris mengambil alih kota Padang membuat benteng pertahanan di kota Padang. Inggris mengembalikan kota Padang ke Belanda pada tahun 1819 sebagai akibat dari Perang Napoleon.

Raffles datang ke kota Padang pada tahun 1818 dengan cita-citanya untuk membangun kembali Kerajaan Minangkabau.

Pada tahun 1867, lima buah kapal Inggris datang ke kota Padang untuk membeli lada namun penduduk lokal tidak mau menjual lada karena terikat perjanjian dengan Belanda.

Bangsa Perancis
Jauh sebelum Le Meme, Bajak Laut Perancis datang ke Padang, seorang laksamana Perancis bernama Montmorency pernah datang ke Sumatera Barat dan kemudian juga seorang laksamana d'Estaing. Mereka datang untuk menduduki bekas jajahan Inggris di pantai barat Sumatera seperti Tapanuli, Natal, Bengkulu, Padang dan kota kota kecil diselatan kota Padang. Hal ini terjadi sebagai akibat perang antara Inggris dan Perancis di anak benua India.


Koran Pertama Kota Padang

Sumatera Courant merupakan surat kabar pertama yang terbit di kota Padang, surat kabar ini berbahasa Belanda dan terbit seminggu sekali dengan kebanyakan berita berisi peristiwa lokal dan cerita. Tidak diketahui secara persis tahun penerbitan edisi pertamanya tetapi perusahaannya berdiri tahun 1859. Arsip tertua dari Sumatera Courant yang tersimpan di Perpustakaan Museum Nasional Jakarta bertahun 1863.

surat kabar sumatera courant



(Gambar 1.1 Sumatera Courant merupakan surat kabar tertua di kota Padang)

Tahun 1864 terbit sebuah surat kabar di kota Padang yang berbahasa Melayu dengan nama Bintang Timur yang hanya seumur jagung. Pemiliknya adalah seorang Belanda bernama Van Zadellhoft, pemilik toko buku di kota Padang. Bintang Timur memiliki Oplah 400 eksemplar dan terbit setiap hari Rabu jam 14.00 dan harus diambil sendiri oleh pelanggan kepercetakannya.

Pada tahun 1871 terbit sebuah surat kabar berbahasa Melayu kedua di kota Padang yang juga seumur jagung. Antara tahun 1870-an dan 1880-an surat kabar yang terbit mulai memasukan syair, pantun, cerita pendek, pelajaran bahasa Melayu dan semacam kamus bahasa kecil sebagai strategi marketing mereka. Strategi yang berhasil ini kemudian banyak ditiru daerah lain disekitar Sumatera Barat.

surat kabar sri sumatera


(Gambar 1.2 Sri Sumatera merupakan salah satu surat kabar yang pernah terbit di kota Padang pada tahun 1916)

Pada tahun 1901, Datuk Sutan Marajo menerbitkan dan memimpin sendiri sebuah surat kabar yang diberinya nama Warta Berita yang merupakan surat kabar pertama di Indonesia.

Bacaan menarik lainnya mengenai Surat Kabar yang terbit di Sumatera Barat ataupun Surat Kabar berbahasa Melayu dan beraksara latin pertama di Indonesia dapat dilihat di artikel : Surat Kabar Pertama di Indonesia


Serangan Bajak Laut ke Padang

Le Meme lahir di Saint Malo, Bretagne di pantai barat Perancis yang sejak kecil bercita-cita menjadi bajak laut. Perang Napoleon adalah awal karirnya, dengan sebuah kapal perang bermerian 12 dan berawak 80 orang pada bulan Juli 1793 Le Meme berangkat dari Ile de France en Bourbon (sekarang bernama Mauritus) di Samudera Hindia menuju Nusantara.

Pada bulan Agustus, Le Meme merampok kapal Belanda bertujuan Batavia dari kota Padang diselat Sunda, pada hari yang sama dia juga merampok dua buah kapal Cina dan keesokan harinya sebuah kapal Belanda lagi.

Dikemudian hari, Ia memimpin sebuah kapal yang lebih besar dengan persenjataan yang lebih lengkap menuju kota Padang. Pasukan Le Meme mendarat di Air Bangis dan menyerang kota Padang melalui Bukit Padang yang terdapat sebuah benteng pertahanan Belanda yang telah kosong. Sebagian pasukan Le Meme menyerang dengan perahu dari Sungai Arau.

Le Meme menguasai dan menjarah kota Padang selama 16 hari dan merampok semua kekayaan Belanda dan meminta upeti dari penduduk kota Padang sebanyak 25.000 ringgit dari 75.000 ringgit yang diminta semula.

Le Meme meninggal dunia tanggal 30 Maret 1805 dalam perjalanan ke Inggris untuk diadili setelah kalah dalam pertempuran laut di Laut Arab tanggal 7 November 1804.


Komoditas Ekspor Kota Padang

Kota Padang menjadi terkenal pada akhir abad ke 19 karena merupakan kota pengekspor kopi dari dataran tinggi Minangkabau. Ekspor komoditi terpenting kota Padang selama 50 tahun mulai dari tahun 1850 - 1908 ialah kopi, rotan, lada, beras, pala, kulit pala, tembakau dan kopra. Kopra mulai di ekspor tahun 1883, tembakau dan pala pada tahun 1866 sedangkan beras berhenti di ekspor mulai tahun 1889. Amerika Serikat, Perancis dan Jawa adalah tujuan ekspor kopi dari kota Padang selain Belanda pada waktu itu.

Jalan kereta api juga dibangun untuk memudahkan pengangkutan hasil bumi dari pedalaman ke kota Padang dan pelabuhan baru yang bernama Emmahaven (Teluk Bayur sekarang) juga di bangun sekitar 7 kilometer disebelah selatan kota Padang untuk memudahkan pengangkutan batubara dari tambang batubara Umbilin.

Kopi mulai dibudidayakan di Sumatera Barat akibat kebijakan tanam paksa yang dijalankan oleh Belanda. Tanam paksa yang dijalankan oleh Belanda melalui Van den Bosch di Sumatera Barat tidaklah seberhasil tanam paksa di Jawa. Hal ini disebabkan Van den Bosch dan orang Belanda pada umumnya gagal melihat perbedaan karakter orang Jawa dan orang Minang.

Rakyat jawa selalu tunduk tanpa syarat pada pemimpinnya berapapun penderitaan dan tekanan yang diberikan, orang Jawa tidak akan memberontak selama yang melakukan tekanan dan penyebab penderitaan itu adalah pemimpin atau pemuka orang Jawa itu sendiri. Orang Minang memiliki budaya demokrasi dimana semua hal harus dihasilkan melalui musyawarah dan mufakat.

Reference:
Rusli Amran, Sumatera Barat hingga Plakat Panjang, 1981, Cetakan Pertama, Penerbit Sinar Harapan

Rusli Amran, Padang Riwayatmu Dulu, 1988, Cetakan Kedua, Penerbit CV. Yasaguna.

Audrey R Kahin, Encyclopaedia of Asian History: Prepared under auspices of the asia society, Book 3, Padang, page 169, 1988, MacMilan Publishing Company

Susan Rodgers, Prints, Poetics and Politics: A Sumatran's epic in the colonial Indies and New Order Indonesia, KITLV Press,Royal Netherlands Institutes of South East Asian and Caribbean Studies, Leiden, 2005

N Mac Leod, De Ost Indische Compagnie op Sumatera in de 17e. eeuw, Chapter 4, Page 1281 (IG No. 19, 1903)

E Francis, De Vestiging der Nederlanders ter Wesfkunst van Sumatera, 1856.

Profile Daerah dan Kota, Litbang Kompas, Jilid 2, 2003, Gramedia.

Read More..

bahasa gaul...English Version

Bagi kamu yang hobby chat di Luar Negri...apalagi yang menggunakan YM..(Yahoo M.) pasti sangat perlu banget..istilan gaul ini....ini aku berikan beberapa bahasa gaul English Version


AFAIK = As Far As I Know
ASAP= As Soon As Possible
BTW = By The Way

CMIIW = Correct Me If I’m Wrong

LTNC = Long Time No See

OIC = Oh, I See
OMG = Oh, My God
OTOH = On The Other Hand

CP = Cross-Posting
OT = Off Topic
OOT = Out Of Topic
VOOT = Very Out Of Topic
POV = Point Of View

PS = Post Scriptum; PostScript
SOL = Sorry, One Liner - kalau pesan anda pendek, cantumkan ini.

FYI = For Your Information
HTH = Hope That Helped/Hope This Helps
IAC = In Any Case
IIRC = If I Recall Correctly

IMO = In My Opinion
IMHO = In My Humble Opinion (rarely: In My Honest Opinion)
IMNSHO = In My Not-So-Humble Opinion
IOW = In Other Words
ISO = In Search Of

LOL = Laughs Out Loud
LMAO = Laughing My Ass Off
ROTFL = Rolling On The Floor Laughing
ROTFLMAO = Rolling On The Floor Laughing My Ass Off

SSIA = Subject Says It All
TBE = To Be Expected
TBH = To Be Honest
TWIMC = To Whom It May Concern
TBYB = Try Before You Buy

TMA = Take My Advice
TIMTOWTDI = There Is More Than One Way To Do It
TINALO = This Is Not A Legal Opinion
TINAR = This Is Not A Recommendation

TIA = Thanks In Advance
TFTT = Thanks For The Thought
TYVM = Thank You Very Much

WOMBAT = Waste Of Money, Brains, And Time
WBS = Write Back Soon
WRT = With Regard To; With Respect To
WYGIWYPF = What You Get Is What You Pay For
WYSIWYG = What You See Is What You Get

WTB = Want To Buy
WTS = Want To Sell
WTI = Want To Inform
WTA = Want To Ask


semoga bermanfaat euy...

sumber : www.fatihsyuhud.com

Read More..

Selasa, 25 Maret 2008

Susah nya Buat Film Ayat Ayat Cinta

Mau tau gimana susah nya buat film ayat ayat cinta
makanya baca curhatnya mas Hanung di sini

bagian satu
bagian dua
bagian tiga



nah ini curhatan mas hanung yang terakhir kali klik di sini



ok deh smoga bermanfaat bagi AADC mania

Read More..

Ciuman maut...

mau ciuman maut klik di sini heheh di jamin seru banget...

Read More..

E-book Tutorial PHP, Buruan..bro...


Akhirnya selesai juga semua E-Book Tutorial PHP ilmuwebsite.com
E-Book
E-Book ini sudah kami sempurnakan, jadi apabila anda memegang E-Book
yang lama, silahkan di hapus saja, karena kami sudah menyediakan versi
Update nya.

Silahkan di download dan di sebarkan :) Free Open Source:


Silahkan ambil semua

Semuanya untuk komunitas ilmuwebsite.com :)

Bagi yang langganan artikel kami ilmuwebsite.com, silahkan cek email anda, kami sudah mengirimkannya :)
Happy Opensource :D~

Sumber dari situs Ilmu Website dalam kategori news dengan judul Download Semua Ebook Tutorial PHP ilmuwebsite

Read More..

Minggu, 23 Maret 2008

komentar...mereka ttg ayat2 cinta

Novelis Ayu Utami: Ayat-ayat Cinta Pengecut;Tapi betulkah AAC Puncak Fiksi Islam?

Jakarta - Film Ayat Ayat Cinta (AAC) kini telah tembus 3 juta penonton. Sebelum sukses filmnya, novel dengan judul ang sama juga laris manis. Setelah film rilis, novel AAC juga kembali diserbu pembeli.

Sayang meski laris manis, novel ini kurang mendapat apresiasi dari sastrawan atau kritikus sastra lainnya. Hanya sastrawan yang tergabung dalam Forum Lingkar Pena (FLP), tempat bernaung penulis AAC Habiburrahman El Shirazy, yang memuji-muji novel ini.

Sementara di luar FLP, jarang kritikus sastra ataupun sastrawan yang tertarik atau telah membaca novel ini. Mayoritas sastrawan dan kritikus sastra yang dihubungi detikcom mengaku belum membaca, bahkan menyatakan tidak berminat membaca AAC.

Dari sedikit sastrawan yang telah membaca karya Kang Abik, panggilan Habiburrahman adalah Ayu Utami. Apa pendapat si penulis novel fenomenal 'Saman' ini? Berikut petikan wawancara detikcom dengan Ayu Utami:


Apakah anda sudah membaca novel atau menonton film Ayat-Ayat Cinta?

Saya sudah membaca novelnya. Tapi belum menonton filmnya.

Beberapa sastrawan dan pengamat sastra menyatakan tidak berminat membaca Ayat-Ayat Cinta. Mengapa anda membaca novel Ayat-Ayat Cinta?

Kalau saya kan memang harus mengikuti perkembangan perbukuan. Saya bagaimana pun bergerak di bidang penulisan, saya anggota Komunitas Sastra Jakarta, saya harus sering baca sastra, saya sering menjadi juri omba cerpen. Jadi membaca novel baru yang menjadi perbincangan wajib bagi saya. Senang atau tidak senang, saya harus membacanya.

Setelah membaca, apa kritik anda?

Ayat-ayat Cinta itu novel Hollywood, novel yang akan membuat senang pembacanya. Cara membuat senang itu dengan memakai resep cerita pop, misalnya berita happy ending, katakan yang orang ingin dengar, jangan katakan yang tidak ingin didengar.

Orang sekarang ingin mendengar petuah bijak, seperti ada sesuatu yang optimis, ada kebaikan di dunia ini.

Ayat Ayat Cinta ini, dari segi struktur cerita seperti cerita Hollywood tahun 1950-an. Bedanya, kalau Hollywood Kristen, ini islam. Endingnya mirip, yakni agama menang. Kalau di Hollywood, misalnya Winnetou masuk Kristen, kalau di Ayat-Ayat Cinta, yang perempuan (Maria, seorang Kristen Koptik) masuk Islam.

Samalah plotnya dengan cerita Hollywood tahun 1950. Laki-lakinya (Fahri, tokoh utama novel Ayat-Ayat Cinta) sangat jagoan, ia miskin, tapi bisa sampai Mesir dan tiba-tiba di Mesir, empat perempuan jatuh cinta semua. Hero banget, hebat dia bisa menaklukkan banyak perempuan.

Karakterisasi tokoh Fahri dalam novel itu, apakah cukup kuat untuk membuat para perempuan jatuh cinta padanya?

Kalau saya nggak tahu. Kenapa laki-laki ini bisa bikin perempuan jatuh cinta. Kalau yang Aisha (perempuan Turki yang kemudian menikah dengan Fahri) mungkinlah, karena ada konflik saat bertemu di metro, tapi bagaimana dengan tetangganya (Maria) bisa jatuh cinta habis-habisan, ini yang tidak tergarap.

Cerita novel ini sangat laki-laki, memenuhi keinginan dan impian semua laki-laki untuk dicintai banyak perempuan, yang perempuan istri pertama menyuruh dia kimpoi lagi. Lalu penyelesaiannya untuk kompromi simpel, perempuan yang istri kedua mati. Hollywood tahun 1950-an juga seperti itu. Kristen itu kan mengagungkan tidak menikah, jadi begitu tokoh utamanya punya pacar dimatikan. Nah di Hollywood itu tahun 1950-an, Indonesia baru tahun 2008.

Mengapa kemudian Ayat-Ayat Cinta ini sangat laris? Karena masyarakat kita masih di situ tahapnya, inginnya kisah-kisah yang hitam putih dan penuh optimisme seperti itu. Mungkin karena kita habis reformasi, lalu ada chaos, jadi kita ingin kisah yang menghibur seperti itu.

Di novel ini ada cerita tentang pindah agama, dan ini yang menjadi salah satu kontroversi. Menurut anda, apakah cukup kuat pelukisan sehingga ada alasan pindah agamanya Maria masuk akal?

Saya nggak tahu. Buat saya nggak penting kuat atau nggak. Orang pindah agama, dalam hidup sehari-hari, banyak sekali alasannya, ada yang terancam maut, lalu pindah agama . Ada yang karena kimpoi lalu pindah agama. Ada yang secara revolusioner, ada yang pelan-pelan atau evolusioner.

Ada yang keberatan dengan kisah pindah agama ini diangkat ke novel yang dikonsumsi publik, karena itu menunjukkan dakwah agar masuk Islam sehingga dikhawatirkan bisa mengganggu toleransi antar umat beragama di Indonesia. Pendapat anda?

Ini kan novel dakwah, jadi nggak apa-apa. Saya Katolik, menurut saya nggak apa-apa orang berdakwah. Memang kenapa kalau berdakwah? Kecuali penulisnya bilang, ini bukan novel dakwah. Dia mengaku ini novel dakwah, jadi sah saja.

Saya juga berdakwah, saya mendakwahkan ide-ide saya. Nggak papa ngajak masuk Islam. Kita mau ngajak masuk agama lain, nggak masalah. Namanya, rebutan pengikut agama itu biasa saja. Itu sebuah proses yang baik.

Persaingan agama itu merupakan hal yang baik, dengan adanya persaingan itu akan menghindarkan kekejaman atau represi dalam agama. Orang yang mengalami represi sebuah agama bisa pindah ke agama lain.

Kelompok yang berkeberatan dengan kisah masuk Islam ini menuding ada hegemoni soal kebenaran agama. Mereka mengandaikan bila yang sebaliknya yang dijadikan film?

Persoalan kita, negara ini kan mayoritas muslim, sebagian besar kurang berpendidikan. Saya kira melihatnya, soal kelompok garis keras menyerang kelompok non muslim itu harus dilihat dengan kaca mata yang lebih luas. Ini bukan persoalan agama, tapi persoalan sosial politik.

Saya kira hal yang sama juga terjadi, jika mayoritas negara ini Kristen misalnya dan ada orang Islam menghujat Kristen. Jadi nggak bisa dilihat dari kaca mata agama. Harus dari sosial politik, bahwa mayoritas cenderung akan cenderung akan berperilaku nggak bener. Kita harus pandai memisahkan hal-hal yang beruhubungan antara gama dengan sosial .

Ngomong soal film ya film. Nggak usah pakai film untuk menilai persoalan lain di masyarakat. Jangan campur adukkan kacamata. Pakai kacamata yang pada tempatnya.

Soal poligami, bagaimana pandangan anda?

Di luar novel itu, bagi saya, poligami tidak layak diteruskan. Itu sistem di masa lalu, tidak cocok untuk masa depan.

Kalau dalam novel ini, kasus poligami disikapi dengan pengecut. Dalam arti, sebagian besar perempuan tidak mau dipoligami. Bila pun ada, perempuan yang mau dipoligami itu, biasanya mereka sebagai istri kedua, ketiga, atau keempat.

Ya kita bisa lihat kasus Aa Gym, dia kehilangan pendukung begitu dia melakukan poligami. Jadi jelas sekali poligami tidak disukai perempuan. Novel ini kompromistis sekali. Ia tidak berani ekstrim, dia mengangkat wacana atau ideologi poligami, tapi lalu akhirnya buru-buru dimatikan. Dia hanya kembali ke titik yang happy ending, inilah resep cerita pop.

Apa kekuatan Ayat-Ayat Cinta sendiri sehingga bisa laris?

Judulnya kuat, ini mengingatkan pada Ayat-Ayat Setan, atau lagu Laskar Cinta. Kemudian enak dibaca, dia punya keterampilan menulis. Tapi saya kira kekuatan Ayat-Ayat Cinta ini adalah kemampuannya untuk menyenangkan, untuk mengkonfirmasi apa yang dipercaya
kebanyakan orang. Mental masyarakat itu merindukan orang untuk masuk ke agamanya, kita senang bila ada yang masuk agama kita. Di sini, masuk Islam, di Hollywood masuk Kristen.

Soal beberapa kalangan yang berpendapat Ayat-Ayat Cinta ini bukanlah sastra?

Tahun 1920 an sampai belakangan ini, saya kira batas sastra pop dan serius tidak ada lagi. Batasnya tidak terlalu ketat. Sebuah karya novel, apapun itu adalah kerajinan kata-kata. Tidak perlu dia ditempatkan sebagai sastra atau tidak.

Apa kelemahan Ayat-Ayat Cinta?

Paling lemah, kalau menurut saya, adalah nafsunya pada kebenaran. Begitu bernafsu untuk menunjukkan kebenaran. Tapi dia mengakui ini novel dakwah, jadi nggak masalah.

Tapi bagi saya, kalau sastrawan bernafsu untuk menyampaikan kebenaran itu tidak menarik. Sastra bukan untuk alat berdakwa, tapi untuk mempergulatkan nilai-nilai. Sastra itu selalu menghargai membuka persoalan. Bukan berakhir dengan kata amin seperti bila kita berada di masjid atau di gereja.
http://www.detiknews.com/index.php/d...733/idkanal/10


AAC Puncak Fiksi Islam

Jakarta - Film Ayat Ayat Cinta (AAC) memikat 3 juta penonton. Novelnya terjual lebih dari 400 ribu eksemplar. Sastrawan Ahmadun Yosi Herfanda menyebut AAC sebagai puncak karya fiksi Islami.

Ahmadun yang adalah redaktur sastra Republika merupakan orang yang menawari novel itu untuk dijadikan cerita bersambung di Republika. Habiburrahman El Shirazy, si penulis novel, menjadi salah satu 'murid' saat Ahmadun memberikan pelatihan menulis dalam diklat penulisan di Al Azhar, Kairo Mesir.

Bagaimana kisah AAC diterbitkan menjadi sebuah novel? Apa pendapat Ahmadun yang juga seorang sastrawan itu tentang AAC? Berikut wawancaranya:

Bisa diceritakan bagaimana Ayat Ayat Cinta kemudian diterbitkan Republika?

Habib (Habiburrahman El Shirazy) itu salah seorang peserta diklat penulisan fiksi yang diadakan mahasiswa Mesir Al Azhar. Saya menjadi salah satu pembicara yang diundang ke sana. Terus dia pulang ke Indonesia bikin novel.

Awalnya dia mau menerbitkan sendiri lewat Basmala, penerbit milik Habib. Dia menelepon saya minta diberikan pengantar. Datanglah ke rumah saya di Pamulang.

Begitu ditunjukkan naskahnya, saya lihat judulnya menarik. Mengingatkan pada Ayat-Ayat Setan. Kok ada Ayat-Ayat Cinta? Orang pasti ingin tahu apa isinya. Nah lalu saya tawari agar dimuat sebagai cerita bersambung dulu di Republika. Saat itu saya belum membacanya, tapi sangat tertarik dengan judulnya.

Selain itu, saya niatnya menolong. Dia (Habib) itu kan korban kecelakaan. Ia ingin merintis pesantren dan penerbitan. Nah saya ingin meringankan. Dia setuju untuk dimuat di Republika maka jadilah cerbung di Republika.

Ternyata kemudian banyak yang tertarik dan mengirim SMS minta novel itu dibukukan. Ada beberapa penerbit yang juga menelepon ingin menerbitkannya. Tapi Republika kan punya penerbit buku sendiri dan setelah saya sampaikan penerbit tertarik dan lantas minta Habib untuk diterbitkan di Republika.

Apa kekuatan Ayat Ayat Cinta sehingga bisa laris?

Kekuatan pertama ya judulnya, seperti yang saya jelaskan tadi. Kedua, pada keteladanan tokoh Fahri. Menurut saya, ini merupakan puncak idealisasi fenomena fiksi islam. Saat itu kan lagi fiksi Islami berkembang sebagai sebuah fenomena. Kita belum menemukan puncaknya seperti apa. Kemudian muncullah Ayat-Ayat Cinta dengan mengangkat teladan tokoh yang menarik.

Teladan tokoh ini penting bagi pembaca muda maupun pembaca perempuan dan keluarga yang memang merindukan bacaan yang mencerahkan. Fahri ini mengandung keteladaan, bisa jadi teladan perjuangan, sikap keislaman. Dan itu ternyata pas untuk kebutuhan pembaca.

Kekuatan ketiga, romantismenya. Ini novel romantis yang Islami. Jarang kisah cinta segiempat didekati secara Islami. Di novel itu kan, pergaulan mereka sangat Islami.Ternyata masyarakat kita masih terpikat atau terpesona kisah yang romantis. Yang namanya novel romantis selalu laris. Misalnya novelnya Hamka.

Adakah faktor dari luar yang menyebabkan novel ini laris?

Mungkin saat itu masyarakat jenuh dengan novel yang mengumbar seks. Saya berpikir ini bisa jadi novel alternatif. Ini puncak fiksi Islami yang memberikan pencerahan, jadi banyak dicari.

Apakah saat menawari untuk jadi cerbung di Republika, anda sudah membayangkan AAC akan meledak?

Ini di luar bayangan saya. Saya memang membayangkan novel ini akan laris. Tapi kalau sampai best seller bahkan mega best seller itu di luar dugaan. Saya membayangkannya selaris buku Islami lainnya. Tapi kan ternyata bisa selaris bahkan mungkin lebih laris dari Saman Ayu Utami, ini luar biasa.

Apa kelemahan novel AAC?

Kekurangan? Pendekatan sastra murni belum masuk ke sana. Nilai sastra agak kurang. Tapi sebabagi novel pop yang Islami cukup kuat. Dalam pengkajian forum sastra yang akademis, novel ini dianggap novel pop saja, seperti karya La Rose dan Marga T, cuma Islami.

Soal tokoh Fahri bagaimana?

Sebagai novel pop yang romantis, tokohnya memang tidak beda jauh dengan dongeng, di mana yang dihadirkan tokoh impian. Ya laki-laki ideal menurut penulisnya ya seperti Fahri. Dalam realitasnya nggak ada. Namanya dongeng kan tidak membumi seperti cverita pangeran katak itu.

Anda sudah melihat filmnya?

Sudah. Untuk filmnya punya logika hiburan tersendiri. Di film sepertinya mengekploitasi romantisme, jadi betul-betul diekploitasi agar bisa nangis. Karakterisasi dan keteladanan Fahri kurang malah ada tambahan soal poligami sebagai pengembangan naskah. Tentu saya kecewa juga. Tapi di sisi lain saya mencoba memahami logika dunia hiburan.

Memang tidak sekuat novelnya. Tapi tetap ada manfaatnya, aspek pencerahan masih ada, misalnya sikap keilslaman Fahri yang membela perempuan dan tetap membawa Islam yang damai dan ramah.
http://www.detiknews.com/index.php/d...796/idkanal/10

Read More..

5 Cara Untuk ngelupain masa lalu yang suram...

ini ada 5 cara buat ngelupain masa lalu kamu yang suram...


aku cuman mau bilang segala masa lalu lo yang rada suram juga merupakan anugrah untuk kita juga di mana kita di uji dan ada pembelajaran di sana tapi kalo namanya pembelajaran itu juga nggak buat kita berubah yah payah...bro...
itu namanya nggak bisa dan nggak mau berubah..


tapi jangan langsung sedih..soalnya Allah yang maha adil itu ...nggak bakalan ngasih ujian ma kita kalo kita nggak sanggup sama sekali, jadi intinya bro..
masalah yang bikin lo pada pening itu juga satu paket ama solusinya..heheh


ini ada 5 cara untuk melupakan masa lalu


1.lo harus pindah kota atau balik pulang kampung..
soalnya bro..kalo lo masih tetap di situ apa lo bakal tahan akan godaan yang sering datang dan ingin terjadi istilah nya hal hal yang tak ingin lo lakukan bakal jadi ingin...




2.lo harus bisa lupain nya..apapun itu...
soalnya hidup lo masih panjang bro..nggak bakalan gini gini terus kan.
hidup lo itu panjang dan masih penuh akan tantangan...


3.buat dirimu berarti untuk orang lain..
gini bro..lo juga bisa bermanfaat untuk orang lain, apa yagn bisa buat orang lainb bahagia juga bisa membuat lo ber harga...lo pasti punya kelebihan yang nggak dimilik orang lain



4. Buat diri lo se sibuk mungkin..
cari lah kegiatan positif apapun itu....yang bisa mengisi hari hari lo..dan lo nggak akan merasa kesepian..banyak kegiatan positif dan murah meriah..kenapa harus mahal...?



5. bro..lo itu adalah anugrah terindah yang tuhan berikan untuk lo..
artinya bro..tubuh lo dari kepala sampe kaki semua itu adalah anugrah yang terinfah yang tuhan berikan untuk lo..coba deh..bro lo berkaca di kamar mandi..tatap sendiri tubug lo, sedetail itu dan hargai lah ciptaannya...dan juga di rawat bro...




mungkin itu aja yang bisa aku berikan untuk mereka yang masih ingin merubah diri menuju yang lebih baik lagi.
masih panjang asa yang akan kamu gapai dan kenapa harus berputus asa..
good luck





juve

Read More..

Sabtu, 22 Maret 2008

Bingung..

hallo sobat sobatku...
aku bingung neh sekrang mau tulis apa di blog ini karena aku blom tau mau di arah kan kemana blog ini, mau bagi bagi ilmu , rasanya nggak ada ilmu yang mau di bagi kan, mau shering, hari gini mau sharing...

mau masuk google adsense. html aja aku nggak ngerti , jadi gimana neh
akuad ainfo ttg membaca buku dan bagaimana cara membuat cerpen.klik di sini


mudah mudahan bagi sobat sobat yang baca bisa bantu pengalaman, dan makin pinter lah

ok broo..
wassalam

Read More..

Minggu, 09 Maret 2008

MICHICO CLUB

Logo ini di buat oleh temanku, yang mahir design grafis di jkt. senang banget rasanya bisa dan mendapatkan logo ini, bukannya apa apa.

Michico club adalah sebuah persahabatan yang penuh makna, yang hadir bersama kejujuran dan kebaikan hati serta keinginan untuk bersahabat, tak ada yang ingin di sembunyi kan dari persahabatan ini, cuman yang sangat di sayang kan semuanya sudah entah kemana. dan akan dia adakan reuni kembali bulan juni 2008 mendatang.

Berawal dari kota medan yang cukup panas....beberapa sahabat ini juga berkumpul dan berupaya untuk saling membantu satu sama yang lain, gak terasa waktu begitu cepat berlalu, sedih, tawa, canda semua nya gabung jadi satu. waktu dan waktu berusaha untuk menguji sapa yang patut di uji.

hingga akhirnya waktu juga yang akan memisahkan segalanya. semoga reuni akan terjawab sudah ...Amiiinnn

Read More..

Sabtu, 08 Maret 2008

Indonesia di jajah hanya 300 tahun

Indonesia tidak pernah dijajah selama 350 tahun oleh Belanda

Kesimpulannya, tidak benar kita dijajah Belanda selama 350 tahun. Yang benar adalah, Belanda memerlukan waktu 300 tahun untuk menguasai seluruh Nusantara.


Tanggal 8 Maret, 66 Tahun Lalu

Oleh Nina Herlina L.

"Wij sluiten nu.Vaarwel, tot betere tijden. Leve de Koningin!" (Kami akhiri sekarang. Selamat berpisah sampai waktu yang lebih baik. Hidup Sang Ratu!). Demikian NIROM (Nederlandsch Indische Radio Omroep Maatschappij/Maskapai Radio Siaran Hindia Belanda) mengakhiri siarannya pada tanggal 8 Maret 1942.

Enam puluh enam tahun yang lalu, tepatnya 8 Maret 1942, penjajahan Belanda di Indonesia berakhir sudah. Rupanya "waktu yang lebih baik" dalam siaran terakhir NIROM itu tidak pernah ada karena sejak 8 Maret 1942 Indonesia diduduki Pemerintahan Militer Jepang hingga tahun 1945. Indonesia menjadi negara merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945.

Masyarakat awam selalu mengatakan bahwa kita dijajah Belanda selama 350 tahun. Benarkah demikian? Untuk ke sekian kalinya, harus ditegaskan bahwa "Tidak benar kita dijajah Belanda selama 350 tahun". Masyarakat memang tidak bisa disalahkan karena anggapan itu sudah tertulis dalam buku-buku pelajaran sejarah sejak Indonesia merdeka! Tidak bisa disalahkan juga ketika Bung Karno mengatakan, "Indonesia dijajah selama 350 tahun!" Sebab, ucapan ini hanya untuk membangkitkan semangat patriotisme dan nasionalisme rakyat Indonesia saat perang kemerdekaan (1946-1949) menghadapi Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia.

Bung Karno menyatakan hal ini agaknya juga untuk meng-counter ucapan para penguasa Hindia Belanda. De Jong, misalnya, dengan arogan berkata, "Belanda sudah berkuasa 300 tahun dan masih akan berkuasa 300 tahun lagi!" Lalu Colijn yang dengan pongah berkoar, "Belanda tak akan tergoyahkan karena Belanda ini sekuat (Gunung) Mount Blanc di Alpen."

Tulisan ini akan menjelaskan bahwa anggapan yang sudah menjadi mitos itu, tidak benar. Mari kita lihat sejak kapan kita (Indonesia) dijajah dan kapan pula penjajahan itu berakhir.

Kedatangan penjajah

Pada 1511, Portugis berhasil menguasai Malaka, sebuah emporium yang menghubungkan perdagangan dari India dan Cina. Dengan menguasai Malaka, Portugis berhasil mengendalikan perdagangan rempah-rempah seperti lada, cengkeh, pala, dan fuli dari Sumatra dan Maluku. Pada 1512, D`Albuquerque mengirim sebuah armada ke tempat asal rempah-rempah di Maluku. Dalam perjalanan itu mereka singgah di Banten, Sundakalapa, dan Cirebon. Dengan menggunakan nakhoda-nakhoda Jawa, armada itu tiba di Kepulauan Banda, terus menuju Maluku Utara, akhirnya tiba juga di Ternate.

Di Ternate, Portugis mendapat izin untuk membangun sebuah benteng. Portugis memantapkan kedudukannya di Maluku dan sempat meluaskan pendudukannya ke Timor. Dengan semboyan "gospel, glory, and gold" mereka juga sempat menyebarkan agama Katolik, terutama di Maluku. Waktu itu, Nusantara hanyalah merupakan salah satu mata rantai saja dalam dunia perdagangan milik Portugis yang menguasai separuh dunia ini (separuh lagi milik Spanyol) sejak dunia ini dibagi dua dalam Perjanjian Tordesillas tahun 1493. Portugis menguasai wilayah yang bukan Kristen dari 100 mil di sebelah barat Semenanjung Verde, terus ke timur melalui Goa di India, hingga kepulauan rempah-rempah Maluku. Sisanya (kecuali Eropa) dikuasai Spanyol.

Sejak dasawarsa terakhir abad ke-16, para pelaut Belanda berhasil menemukan jalan dagang ke Asia yang dirahasiakan Portugis sejak awal abad ke-16. Pada 1595, sebuah perusahaan dagang Belanda yang bernama Compagnie van Verre membiayai sebuah ekspedisi dagang ke Nusantara. Ekpedisi yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman ini membawa empat buah kapal. Setelah menempuh perjalanan selama empat belas bulan, pada 22 Juni 1596, mereka berhasil mendarat di Pelabuhan Banten. Inilah titik awal kedatangan Belanda di Nusantara.

Kunjungan pertama tidak berhasil karena sikap arogan Cornelis de Houtman. Pada 1 Mei 1598, Perseroan Amsterdam mengirim kembali rombongan perdagangannya ke Nusantara di bawah pimpinan Jacob van Neck, van Heemskerck, dan van Waerwijck. Dengan belajar dari kesalahan Cornelis de Houtman, mereka berhasil mengambil simpati penguasa Banten sehingga para pedagang Belanda ini diperbolehkan berdagang di Pelabuhan Banten. Ketiga kapal kembali ke negerinya dengan muatan penuh. Sementara itu, kapal lainnya meneruskan perjalanannya sampai ke Maluku untuk mencari cengkih dan pala.

Dengan semakin ramainya perdagangan di perairan Nusantara, persaingan dan konflik pun meningkat. Baik di antara sesama pedagang Belanda maupun dengan pedagang asing lainnya seperti Portugis dan Inggris. Untuk mengatasi persaingan yang tidak sehat ini, pada 1602 di Amsterdam dibentuklah suatu wadah yang merupakan perserikatan dari berbagai perusahaan dagang yang tersebar di enam kota di Belanda. Wadah itu diberi nama Verenigde Oost-Indische Compagnie (Serikat Perusahaan Hindia Timur) disingkat VOC.

Pemerintah Kerajaan Belanda (dalam hal ini Staaten General), memberi "izin dagang" (octrooi) pada VOC. VOC boleh menjalankan perang dan diplomasi di Asia, bahkan merebut wilayah-wilayah yang dianggap strategis bagi perdagangannya. VOC juga boleh memiliki angkatan perang sendiri dan mata uang sendiri. Dikatakan juga bahwa octrooi itu selalu bisa diperpanjang setiap 21 tahun. Sejak itu hanya armada-armada dagang VOC yang boleh berdagang di Asia (monopoli perdagangan).

Dengan kekuasaan yang besar ini, VOC akhirnya menjadi "negara dalam negara" dan dengan itu pula mulai dari masa Jan Pieterszoon Coen (1619-1623, 1627-1629) sampai masa Cornelis Speelman (1681-1684) menjadi Gubernur Jenderal VOC, kota-kota dagang di Nusantara yang menjadi pusat perdagangan rempah-rempah berhasil dikuasai VOC. Batavia (sekarang Jakarta) menjadi pusat kedudukan VOC sejak 1619, Ambon dikuasai tahun 1630. Beberapa kota pelabuhan di Pulau Jawa baru diserahkan Mataram kepada VOC antara tahun 1677-1705. Sementara di daerah pedalaman, raja-raja dan para bupati masih tetap berkuasa penuh. Peranan mereka hanya sebatas menjadi "tusschen personen" (perantara) penguasa VOC dan rakyat.

"Power tends to Corrupt." Demikian kata Lord Acton, sejarawan Inggris terkemuka. VOC memiliki kekuasaan yang besar dan lama, VOC pun mengalami apa yang dikatakan Lord Acton. Pada 1799, secara resmi VOC dibubarkan akibat korupsi yang parah mulai dari "cacing cau" hingga Gubernur Jenderalnya. Pemerintah Belanda lalu menyita semua aset VOC untuk membayar utang-utangnya, termasuk wilayah-wilayah yang dikuasainya di Indonesia, seperti kota-kota pelabuhan penting dan pantai utara Pulau Jawa.

Selama satu abad kemudian, Hindia Belanda berusaha melakukan konsolidasi kekuasaannya mulai dari Sabang-Merauke. Namun, tentu saja tidak mudah. Berbagai perang melawan kolonialisme muncul seperti Perang Padri (1821-1837), Perang Diponegoro (1825-1830), Perang Aceh (1873-1907), Perang di Jambi (1833-1907), Perang di Lampung (1834-1856), Perang di Lombok (1843-1894), Perang Puputan di Bali (1846-1908), Perang di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah (1852-1908), Perlawanan di Sumatra Utara (1872-1904), Perang di Tanah Batak (1878-1907), dan Perang Aceh (1873-1912).

Peperangan di seluruh Nusantara itu baru berakhir dengan berakhirnya Perang Aceh. Jadi baru setelah tahun 1912, Belanda benar-benar menjajah seluruh wilayah yang kemudian menjadi wilayah Republik Indonesia (kecuali Timor Timur). Jangan lupa pula bahwa antara 1811-1816, Pemerintah Hindia Belanda sempat diselingi oleh pemerintahan interregnum (pengantara) Inggris di bawah Letnan Gubernur Thomas Stamford Raffles.

Saat-saat akhir

Pada 7 Desember 1941, Angkatan Udara Jepang di bawah pimpinan Laksamana Nagano melancarkan serangan mendadak ke pangkalan angkatan laut AS di Pearl Harbour, Hawaii. Akibat serangan itu kekuatan angkatan laut AS di Timur Jauh lumpuh. AS pun menyatakan perang terhadap Jepang. Demikian pula Belanda sebagai salah satu sekutu AS menyatakan perang terhadap Jepang.

Pada 18 Desember 1941, pukul 06.30, Gubernur Jenderal Hindia Belanda Jenderal Tjarda van Starkenborgh Stachouwer melalui radio menyatakan perang terhadap Jepang. Pernyataan perang tersebut kemudian direspons oleh Jepang dengan menyatakan perang juga terhadap Pemerintah Hindia Belanda pada 1 Januari 1942. Setelah armada Sekutu dapat dihancurkan dalam pertempuran di Laut Jawa maka dengan mudah pasukan Jepang mendarat di beberapa tempat di pantai utara Pulau Jawa.

Pemerintah Kolonial Hindia Belanda memusatkan pertahanannya di sekitar pegunungan Bandung. Pada waktu itu kekuatan militer Hindia Belanda di Jawa berjumlah empat Divisi atau sekitar 40.000 prajurit termasuk pasukan Inggris, AS, dan Australia. Pasukan itu di bawah komando pasukan sekutu yang markas besarnya di Lembang dan Panglimanya ialah Letjen H. Ter Poorten dari Tentara Hindia Belanda (KNIL). Selanjutnya kedudukan Pemerintah Kolonial Belanda dipindahkan dari Batavia (Jakarta) ke Kota Bandung.

Pasukan Jepang yang mendarat di Eretan Wetan adalah Detasemen Syoji. Pada saat itu satu detasemen pimpinannya berkekuatan 5.000 prajurit yang khusus ditugasi untuk merebut Kota Bandung. Satu batalion bergerak ke arah selatan melalui Anjatan, satu batalion ke arah barat melalui Pamanukan, dan sebagian pasukan melalui Sungai Cipunagara. Batalion Wakamatsu dapat merebut lapangan terbang Kalijati tanpa perlawanan berarti dari Angkatan Udara Inggris yang menjaga lapangan terbang itu.

Pada 5 Maret 1942, seluruh detasemen tentara Jepang yang ada di Kalijati disiapkan untuk menggempur pertahanan Belanda di Ciater dan selanjutnya menyerbu Bandung. Akibat serbuan itu tentara Belanda dari Ciater mundur ke Lembang yang dijadikan benteng terakhir pertahanan Belanda.

Pada 6 Maret 1942, Panglima Angkatan Darat Belanda Letnan Jenderal Ter Poorten memerintahkan Komandan Pertahanan Bandung Mayor Jenderal J. J. Pesman agar tidak mengadakan pertempuran di Bandung dan menyarankan mengadakan perundingan mengenai penyerahan pasukan yang berada di garis Utara-Selatan yang melalui Purwakarta dan Sumedang. Menurut Jenderal Ter Poorten, Bandung pada saat itu padat oleh penduduk sipil, wanita, dan anak-anak, dan apabila terjadi pertempuran maka banyak dari mereka yang akan jadi korban.

Pada 7 Maret 1942 sore hari, Lembang jatuh ke tangan tentara Jepang. Mayjen J. J. Pesman mengirim utusan ke Lembang untuk merundingkan masalah itu. Kolonel Syoji menjawab bahwa untuk perundingan itu harus dilakukan di Gedung Isola (sekarang gedung Rektorat UPI Bandung). Sementara itu, Jenderal Imamura yang telah dihubungi Kolonel Syoji segera memerintahkan kepada bawahannya agar mengadakan kontak dengan Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborgh Stachouwer untuk mengadakan perundingan di Subang pada 8 Maret 1942 pagi. Akan tetapi, Letnan Jenderal Ter Poorten meminta Gubernur Jenderal agar usul itu ditolak.

Jenderal Imamura mengeluarkan peringatan bahwa "Bila pada 8 Maret 1942 pukul 10.00 pagi para pembesar Belanda belum juga berangkat ke Kalijati maka Bandung akan dibom sampai hancur." Sebagai bukti bahwa ancaman itu bukan sekadar gertakan, di atas Kota Bandung tampak pesawat-pesawat pembom Jepang dalam jumlah besar siap untuk melaksanakan tugasnya.

Melihat kenyataan itu, Letnan Jenderal Ter Poorten dan Gubernur Jenderal Tjarda beserta para pembesar tentara Belanda lainnya berangkat ke Kalijati sesuai dengan tanggal dan waktu yang telah ditentukan. Pada mulanya Jenderal Ter Poorten hanya bersedia menyampaikan kapitulasi Bandung. Namun, karena Jenderal Imamura menolak usulan itu dan akan melaksanakan ultimatumnya. Akhirnya, Letnan Jenderal Ter Poorten dan Gubernur Jenderal Tjarda menyerahkan seluruh wilayah Hindia Belanda kepada Jepang tanpa syarat. Keesokan harinya, 9 Maret 1942 pukul 08.00 dalam siaran radio Bandung, terdengar perintah Jenderal Ter Poorten kepada seluruh pasukannya untuk menghentikan segala peperangan dan melakukan kapitulasi tanpa syarat.

Itulah akhir kisah penjajahan Belanda. Setelah itu Jepang pun menduduki Indonesia hingga akhirnya merdeka 17 Agustus 1945. Jepang hanya berkuasa tiga tahun lima bulan delapan hari.

Analisis

Berdasarkan uraian di atas, kita bisa menghitung berapa lama sesungguhnya Indonesia dijajah Belanda. Kalau dihitung dari 1596 sampai 1942, jumlahnya 346 tahun. Namun, tahun 1596 itu Belanda baru datang sebagai pedagang. Itu pun gagal mendapat izin dagang. Tahun 1613-1645, Sultan Agung dari Mataram, adalah raja besar yang menguasai seluruh Jawa, kecuali Banten, Batavia, dan Blambangan. Jadi, tidak bisa dikatakan Belanda sudah menjajah Pulau Jawa (yang menjadi bagian Indonesia kemudian).

Selama seratus tahun dari mulai terbentuknya Hindia Belanda pascakeruntuhan VOC (dengan dipotong masa penjajahan Inggris selama 5 tahun), Belanda harus berusaha keras menaklukkan berbagai wilayah di Nusantara hingga terciptanya Pax Neerlandica. Namun, demikian hingga akhir abad ke-19, beberapa kerajaan di Bali, dan awal abad ke-20, beberapa kerajaan di Nusa Tenggara Timur, masih mengadakan perjanjian sebagai negara bebas (secara hukum internasional) dengan Belanda. Jangan pula dilupakan hingga sekarang Aceh menolak disamakan dengan Jawa karena hingga 1912 Aceh adalah kerajaan yang masih berdaulat. Orang Aceh hanya mau mengakui mereka dijajah 33 tahun saja.

Kesimpulannya, tidak benar kita dijajah Belanda selama 350 tahun. Yang benar adalah, Belanda memerlukan waktu 300 tahun untuk menguasai seluruh Nusantara. ***

Penulis, Guru Besar Ilmu Sejarah Unpad/Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia Cabang Jawa Barat/Ketua Pusat Kebudayaan Sunda Fakultas Sastra Unpad.

link:http://pikiran-rakyat.com/index.php?mib=beritadetail&id=14579

Read More..